Etika Dalam Akuntansi
Pengertian Etika
- Menurut Kamus Besar Bhs. Indonesia (1995) Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
- Etika adalah Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral
- Menurut Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”
Dari asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani
‘ethos’ yang berarti adat istiadat/ kebiasaan yang baik Perkembangan etika
yaitu Studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang
dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan
pada umumnya
- Etika disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia.
- Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak.
Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam
norma. Norma ini masih dibagi lagi menjadi norma hukum, norma agama, norma
moral dan norma sopan santun.
- Norma hukum berasal dari hukum dan perundang-undangan
- Norma agama berasal dari agama
- Norma moral berasal dari suara batin.
- Norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari sedangkan norma moral berasal dari etika
Fungsi Etika
- Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan.
- Etika ingin menampilkanketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
- Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme
Etika dan Etiket
Etika berarti moral sedangkan etiket berarti sopan
santun. Dalam bahasa Inggeris dikenal sebagai ethics dan etiquette.
Antara etika
dengan etiket terdapat persamaan yaitu:
- etika dan etiket menyangkut perilaku manusia. Istilah tersebut dipakai mengenai manusia tidak mengenai binatang karena binatang tidak mengenal etika maupun etiket.
- Kedua-duanya mengatur perilaku manusia secara normatif artinya memberi norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yag harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilkukan. Justru karena sifatnya normatif maka kedua istilah tersebut sering dicampuradukkan.
Adapun
perbedaan antara etika dengan etiket ialah:
- Etiket menyangkut cara melakukan perbuatan manusia.
Etiket menunjukkan cara yang tepat artinya cara yang
diharapkan serta ditentukan dalam sebuah kalangan tertentu. Misalnya dalam
makan, etiketnya ialah orang tua didahulukan mengambil nasi, kalau sudah
selesai tidak boleh mencuci tangan terlebih dahulu.Di Indonesia menyerahkan
sesuatu harus dengan tangan kanan. Bila dilanggar dianggap melanggar etiket. Etika
tidakterbatas pada cara melakukan sebuah perbuatan, etika memberi norma tentang
perbuatan itu sendiri. Etika menyangkut masalah apakah sebuah perbuatan boleh
dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
- Etiket hanya berlaku untuk pergaulan.
Bila tidak ada orang lain atau tidak ada saksi mata,
maka etiket tidak berlaku. Misalnya etiket tentang cara makan. Makan sambil
menaruh kaki di atas meja dianggap melanggar etiket dila dilakukan bersama-sama
orang lain. Bila dilakukan sendiri maka hal tersebut tidak melanggar etiket.
Etika selalu berlaku walaupun tidak ada orang lain. Barang yang dipinjam harus
dikembalikan walaupun pemiliknya sudah lupa.
- Etiket bersifat relatif.
Yang dianggap tidak sopan dalam sebuah kebudayaan,
dapat saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Contohnya makan dengan tangan,
bersenggak sesudah makan. Etika jauh lebih absolut. Perintah seperti ;jangan
berbohong;jangan mencuri merupakan prinsip etika yang tidak dapat
ditawar-tawar.
- Etiket hanya memadang manusia dari segi lahirian saja sedangkan etika memandang manusia dari segi dalam.
Penipu misalnya tutur katanya lembut, memegang etiket
namun menipu. Orang dapat memegang etiket namun munafik sebaliknya seseorang
yang berpegang pada etika tidak mungkin munafik karena seandainya dia bersikap
munafik maka dia tidak bersikap etis
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelanggaran Etika :
- Kebutuhan Individu
- Tidak Ada Pedoman
- Perilaku dan Kebiasaan Individu Yang Terakumulasi dan Tak Dikoreksi
- Lingkungan Yang Tidak Etis
- Perilaku Dari Komunitas
Sanksi Pelanggaran Etika :
1. Sanksi Sosial
Skala relatif kecil, dipahami sebagai kesalahan
yangdapat ‘dimaafkan’
2. Sanksi Hukum
Skala besar, merugikan hak pihak lain.
Jenis-jenis Etika
1. Etika umum yang berisi prinsip serta moral dasar
2. Etika khusus atau etika terapan yang berlaku
khusus.
- Etika khusus ini masih dibagi lagi menjadi etika individual dan etika sosial.
- Etika sosial dibagi menjadi:
- Sikap terhadap sesama;
- Etika keluarga
- Etika profesi misalnya etika untuk pustakawan, arsiparis, dokumentalis, pialang informasi
- Etika politik
- Etika lingkungan hidupserta
- Kritik ideologi Etika adalah filsafat atau pemikiran kritis rasional tentang ajaran moral sedangka moral adalah ajaran baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dsb. Etika selalu dikaitkan dengan moral serta harus dipahami perbedaan antara etika dengan moralitas.
Perilaku Etika dalam Profesi Akuntansi
Timbul dan berkembangnya profesi akuntan publik di
suatu negara adalah sejalan dengan berkembangnya perusahaan dan berbagai bentuk
badan hukum perusahaan di negara tersebut. Jika perusahaan-perusahaan di suatu
negara berkembang sedemikian rupa sehingga tidak hanya memerlukan modal dari
pemiliknya, namun mulai memerlukan modal dari kreditur, dan jika timbul berbagai
perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas yang modalnya berasal dari
masyarakat, jasa akuntan publik mulai diperlukan dan berkembang. Dari profesi
akuntan publik inilah masyarakat kreditur dan investor mengharapkan penilaian
yang bebas tidak memihak terhadap informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan oleh manajemen perusahaan.
Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi
masyarakat, yaitu jasa assurance, jasa atestasi, dan jasa nonassurance. Jasa
assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi
bagi pengambil keputusan. Jasa atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan
(examination), review, dan prosedur yang disepakati (agreed upon procedure).
Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang
independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua
hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan. Jasa nonassurance
adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia tidak
memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk
lain keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang dihasilkan oleh profesi akuntan
publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi.
Secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan tentang
kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara
pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian
hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Ditinjau dari sudut auditor
independen, auditing adalah pemeriksaan secara objektif atas laporan keuangan
suatu perusahaan atau organisasi yang lain dengan, tujuan untuk menentukan
apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar keadaan keuangan dan
hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut.
Profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk
menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan-perusahaan, sehingga
masyarakat keuangan memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar
untuk memutuskan alokasi sumber-sumber ekonomi.
Laporan Audit
Laporan audit merupakan alat yang digunakan oleh
auditor untuk mengkomunikasikan hasil auditnya kepada masyarakat. Oleh karena
itu, makna setiap kalimat yang tercantum dalam laporan audit baku dapat
digunakan untuk mengenal secara umum profesi akuntan publik.
Laporan audit baku terdiri dari tiga paragraf, yaitu
paragraf pengantar, paragraf lingkup, dan paragraf pendapat. Paragraf pengantar
berisi objek yang diaudit oleh auditor dan penjelasan tanggung jawab manajemen
dan tanggung jawab auditor. Paragraf lingkup berisi pernyataan ringkas mengenai
lingkup audit yang dilaksanakan oleh auditor, dan paragraf pendapat berisi
pernyataan ringkas mengenai pendapat auditor tentang kewajaran laporan keuangan
auditan.
Kalimat pertama paragraf pengantar yang berbunyi “Kami
telah mengaudit neraca PT X tanggal 31 Desember 20X2 dan 20X1 serta laporan
laba-rugi, laporan ekuitas, serta laporan arus kas untuk tahun yang terakhir
pada tanggal-tanggal tersebut” berisi tiga hal penting berikut ini; (1) Auditor
memberikan pendapat atas laporan keuangan setelah ia melakukan audit atas
laporan keuangan tersebut, (2) Objek yang diaudit oleh auditor bukanlah catatan
akuntansi melainkan laporan keuangan kliennya, yang meliputi neraca, laporan
laba-rugi, laporan ekuitas, laporan arus kas.
Kalimat kedua dan ketiga, paragraf pengantar berbunyi
“Laporan keuangan adalah tanggung jawab manajemen perusahaan. Tanggung jawab
kami terletak pada pernyataan pendapat atas laporan keuangan berdasarkan audit
kami”. Tanggung jawab atas kewajaran laporan keuangan terletak di tangan
manajemen, bukan di tangan auditor.
Paragraf lingkup berisi pernyataan auditor bahwa
auditnya dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh
organisasi profesi akuntan dan beberapa penjelasan tambahan tentang standar
auditing tersebut. Di samping itu, paragraf lingkup juga berisi suatu
pernyataan keyakinan bahwa audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing
tersebut memberikan dasar yang memadai bagi auditor untuk memberikan pendapat
atas laporan keuangan auditan.
Kalimat pertama dalam paragraf lingkup laporan audit
baku berbunyi, “Kami melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang
ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia”. Dalam kalimat ini auditor menyatakan
bahwa audit atas laporan keuangan yang telah dilaksanakan bukan sembarang
audit, melainkan audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang
ditetapkan oleh organisasi profesi auditor, yaitu Ikatan Akuntan Indonesia. Di
samping itu, kalimat kedua dalam paragraf lingkup tersebut menyampaikan pesan
bahwa:
- dalam perikatan umum, auditor melaksanakan auditnya atas dasar pengujian, bukan atas -dasar perneriksaan terhadap seluruh bukti;
- pemahaman yang memadai atas pengendalian intern merupakan dasar untuk menentukan jenis dan lingkup pengujian yang dilakukan dalam audit;
- lingkup pengujian dan pemilihan prosedur audit ditentukan oleh pertimbangan auditor atas dasar pengalamannya;
- dalam auditnya, auditor tidak hanya melakukan pengujian terbatas pada catatan akuntansi klien, namun juga menempuh prosedur audit lainnya yang dipandang perlu oleh auditor.
Paragraf pendapat digunakan oleh auditor untuk
menyatakan pendapatnya atas kewajaran laporan keuangan auditan, berdasarkan
kriteria prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia dan konsistensi
penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam tahun yang diaudit dibanding dengan
penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam tahun sebelumnya. Ada empat kemungkinan
pernyataan pendapat auditor, yaitu:
- auditor menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion);
- auditor menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion;
- auditor menyatakan pendapat tidak wajar (adverse opinion);
- auditor menyatakan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion atau no opinion).
Standar umum mengatur persyaratan pribadi auditor.
Kelompok standar ini mengatur keahlian dan pelatihan teknis yang harus dipenuhi
agar seseorang memenuhi syarat untuk melakukan auditing, sikap mental
independen yang harus dipertahankan oleh auditor dalam segala hal yang
bersangkutan dengan pelaksanaan perikatannya, dan keharusan auditor menggunakan
kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
Ada tiga tipe auditor menurut lingkungan pekerjaan
auditing, yaitu auditor independen, auditor pemerintah, dan auditor intern. Auditor independen adalah auditor
profesional yang menjual jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang
audit atas laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya. Auditor pemerintah adalah auditor profesional yang bekerja di
instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban
keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi dalam pemerintahan atau
pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Auditor intern adalah auditor yang
bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun perusahaan swasta) yang
tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan
oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan
terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur
kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh
berbagai bagian organisasi.
Ada tiga tipe auditing, yaitu audit laporan keuangan,
audit kepatuhan, dan audit operasional.
Tipe Audit dan Auditor
Ada tiga tipe auditing, yaitu audit laporan keuangan,
audit kepatuhan, dan audit operasional. Audit
laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor independen
terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya untuk menyatakan
pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Audit kepatuhan adalah audit yang tujuannya untuk menentukan
kepatuhan entitas yang diaudit terhadap kondisi atau peraturan tertentu. Audit operasional merupakan review
secara sistematik atas kegiatan organisasi, atau bagian daripadanya, dengan
tujuan untuk; (1) mengevaluasi kinerja, (2) mengidentifikasi kesempatan untuk
peningkatan, (3) membuat rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut
Ada tiga tipe
auditor menurut lingkungan pekerjaan auditing, yaitu auditor independen, auditor pemerintah, dan
auditor intern. Auditor independen adalah auditor profesional yang menyediakan
jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan
keuangan yang disajikan oleh kliennya. Auditor pemerintah adalah auditor
profesional yang bekerja di instansi pemerintah, yang tugas pokoknya melakukan
audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi
dalam pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada
pemerintah. Auditor intern adalah
auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun perusahaan
swasta), yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur
yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau
tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan
efektivitas prosedur kegiatan organisasi, dan menentukan keandalan informasi
yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.
Etika Profesional Profesi Akuntan Publik
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada
masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan
masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi, jika
profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan
profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya. Aturan Etika Kompartemen
Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai
akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber
dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam
konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya
menetapkan kode etik bagi profesi akuntan Indonesia, kemudian disempurnakan
dalam konggres IAI tahun 1981, 1986,1994, dan terakhir tahun 1998. Etika
profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam kongresnya
tahun 1998 diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.
Akuntan publik adalah akuntan yang berpraktik dalam
kantor akuntan publik, yang menyediakan berbagai jenis jasa yang diatur dalam
Standar Profesional Akuntan Publik, yaitu auditing, atestasi, akuntansi dan
review, dan jasa konsultansi. Auditor independen adalah akuntan publik yang
melaksanakan penugasan audit atas laporan keuangan historis yang menyediakan
jasa audit atas dasar standar auditing yang tercantum dalam Standar Profesional
Akuntan Publik. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dijabarkan ke dalam Etika
Kompartemen Akuntan Publik untuk mengatur perilaku akuntan yang menjadi anggota
IAI yang berpraktik dalam profesi akuntan publik.
Kode Etik Akuntan Publik
Keterterapan (applicability)
Aturan Etika ini harus diterapkan oleh anggota Ikatan
Akuntan Indonesia – Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) dan staf profesional
(baik yang anggota IAI-KAP maupun yang bukan anggota IAI-KAP) yang bekerja pada
satu Kantor Akuntan Publik (KAP).
Dalam hal staf profesional yang bekerja pada satu KAP
yang bukan anggota IAI-KAP melanggar Aturan Etika ini, maka rekan pimpinan KAP
tersebut bertanggung jawab atas tindakan pelanggaran tersebut.
Definisi/Pengertian
§ Klien adalah pemberi kerja (orang atau badan), yang
mempekerjakan atau menugaskan seseorang atau lebih anggota IAI – KAP atau KAP
tempat Anggota bekerja untuk melaksanakan jasa profesional. Istilah pemberi
kerja untuk tujuan ini tidak termasuk orang atau badan yang mempekerjakan
Anggota.
§ Laporan Keuangan adalah suatu penyajian data keuangan
termasuk catatan yang menyertainya, bila ada, yang dimaksudkan untuk
mengkomunikasikan sumber daya ekonomi (aktiva) dan atau kewajiban suatu entitas
pada saat tertentu atau perubahan atas aktiva dan atau kewajiban selama suatu
periode tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau basis
akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum.
§ Data keuangan lainnya yang digunakan untuk mendukung
rekomendasi kepada klien atau yang terdapat dalam dokumen untuk suatu pelaporan
yang diatur dalam standar atestasi dalam penugasan atestasi, dan surat
pemberitahuan tahunan pajak (SPT) serta daftar-daftar pendukungnya bukan
merupakan laporan keuangan. Pernyataan, surat kuasa atau tanda tangan pembuat
SPT tidak merupakan pernyataan pendapat atas laporan keuangan.
§ Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah suatu bentuk
organisasi akuntan publik yang memperoleh izin sesuai dengan peraturan
perundangan-undangan yang berusaha di bidang pemberian jasa profesional dalam
praktik akuntan publik.
§ IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) adalah wadah organisasi
profesi akuntan Indonesia yang diakui pemerintah.
§ Ikatan Akuntan Indonesia – Kompartemen Akuntan Publik
(IAI-KAP) adalah wadah organisasi para akuntan Indonesia yang menjalankan
profesi sebagai akuntan publik atau bekerja di Kantor Akuntan Publik.
§ Anggota adalah semua anggota IAI-KAP.
§ Anggota Kantor Akuntan Publik (anggota KAP) adalah
anggota IAI-KAP dan staf professional (baik yang anggota IAI-KAP maupun yang
bukan anggota IAI-KAP) yang bekerja pada satu KAP.
§ Akuntan Publik adalah akuntan yang memiliki izin dari
Menteri Keuangan untuk menjalankan praktik akuntan publik.
§ Praktik Akuntan Publik adalah pemberian jasa
profesional kepada klien yang dilakukan oleh anggota IAI-KAP yang dapat berupa
jasa audit, jasa atestasi, jasa akuntansi dan review, perpajakan, perencanaan
keuangan perorangan, jasa pendukung litigasi dan jasa lainnya yang diatur dalam
standar profesional akuntan publik.
INDEPENDENSI, INTEGRITAS DAN OBJEKTIVITAS
Independensi.
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu
mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional
sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan
oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam
fakta (in facts) maupun dalam penampilan (in appearance).
Integritas dan
Objektivitas.
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus
mempertahankan integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan
kepentingan (conflict of interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji
material (material misstatement) yang diketahuinya atau mengalihkan
(mensubordinasikan) pertimbangannya kepada pihak lain.
STANDAR UMUM DAN PRINSIP AKUNTANSI.
Standar Umum.
Anggota KAP harus mematuhi standar berikut ini beserta
interpretasi yang terkait yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang
ditetapkan IAI:
§ Kompetensi Profesional. Anggota KAP hanya boleh
melakukan pemberian jasa profesional yang secara layak (reasonable) diharapkan
dapat diselesaikan dengan kompetensi profesional.
§ Kecermatan dan Keseksamaan Profesional. Anggota KAP
wajib melakukan pemberian jasa profesional dengan kecermatan dan keseksamaan
profesional.
§ Perencanaan dan Supervisi. Anggota KAP wajib
merencanakan dan mensupervisi secara memadai setiap pelaksanaan pemberian jasa
profesional.
§ Data Relevan yang Memadai. Anggota KAP wajib
memperoleh data relevan yang memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi
kesimpulan atau rekomendasi sehubungan dengan pelaksanaan jasa profesionalnya.
Kepatuhan
terhadap Standar.
Anggota KAP yang melaksanakan penugasan jasa auditing,
atestasi, review, kompilasi, konsultansi manajemen, perpajakan atau jasa
profesional lainnya, wajib mematuhi standar yang dikeluarkan oleh badan
pengatur standar yang ditetapkan oleh IAI.
Prinsip-Prinsip
Akuntansi.
Anggota KAP
tidak diperkenankan:
1.
menyatakan
pendapat atau memberikan penegasan bahwa laporan keuangan atau data keuangan
lain suatu entitas disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
atau
2.
menyatakan
bahwa ia tidak menemukan perlunya modifikasi material yang harus dilakukan
terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku, apabila laporan tersebut memuat penyimpangan yang berdampak material
terhadap laporan atau data secara keseluruhan dari prinsip-prinsip akuntansi
yang ditetapkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI. Dalam keadaan
luar biasa, laporan atau data mungkin memuat penyimpangan seperti tersebut
diatas. Dalam kondisi tersebut anggota KAP dapat tetap mematuhi ketentuan dalam
butir ini selama anggota KAP dapat menunjukkan bahwa laporan atau data akan
menyesatkan apabila tidak memuat penyimpangan seperti itu, dengan cara
mengungkapkan penyimpangan dan estimasi dampaknya (bila praktis), serta alasan
mengapa kepatuhan atas prinsip akuntansi yang berlaku umum akan menghasilkan
laporan yang menyesatkan.
TANGGUNG JAWAB KEPADA KLIEN
Informasi Klien
yang Rahasia.
Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan
informasi klien yang rahasia, tanpa persetujuan dari klien. Ketentuan ini tidak
dimaksudkan untuk :
1.
membebaskan
anggota KAP dari kewajiban profesionalnya sesuai dengan aturan etika kepatuhan
terhadap standar dan prinsip-prinsip akuntansi
2.
mempengaruhi
kewajiban anggota KAP dengan cara apapun untuk mematuhi peraturan
perundang-undangan yang berlaku seperti panggilan resmi penyidikan pejabat
pengusut atau melarang kepatuhan anggota KAP terhadap ketentuan peraturan yang
berlaku
3.
melarang review
praktik profesional (review mutu) seorang Anggota sesuai dengan kewenangan IAI
atau
4.
menghalangi
Anggota dari pengajuan pengaduan keluhan atau pemberian komentar atas
penyidikan yang dilakukan oleh badan yang dibentuk IAI-KAP dalam rangka
penegakan disiplin Anggota.
Anggota yang terlibat dalam penyidikan dan review
diatas, tidak boleh memanfaatkannya untuk keuntungan diri pribadi mereka atau
mengungkapkan informasi klien yang harus dirahasiakan yang diketahuinya dalam
pelaksanaan tugasnya. Larangan ini tidak boleh membatasi Anggota dalam
pemberian informasi sehubungan dengan proses penyidikan atau penegakan disiplin
sebagaimana telah diungkapkan dalam butir (4) di atas atau review praktik
profesional (review mutu) seperti telah disebutkan dalam butir (3) di atas.
Fee Profesional.
A. Besaran Fee
Besarnya fee Anggota dapat bervariasi tergantung
antara lain : risiko penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat
keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP
yang bersangkutan dan pertimbangan profesional lainnya.
Anggota KAP tidak diperkenankan mendapatkan klien
dengan cara menawarkan fee yang dapat merusak citra profesi.
B. Fee
Kontinjen
Fee kontinjen adalah fee yang ditetapkan untuk
pelaksanaan suatu jasa profesional tanpa adanya fee yang akan dibebankan,
kecuali ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah fee tergantung pada temuan
atau hasil tertentu tersebut. Fee dianggap tidak kontinjen jika ditetapkan oleh
pengadilan atau badan pengatur atau dalam hal perpajakan, jika dasar penetapan
adalah hasil penyelesaian hukum atau temuan badan pengatur.
Anggota KAP tidak diperkenankan untuk menetapkan fee
kontinjen apabila penetapan tersebut dapat mengurangi indepedensi.
Komunikasi antar akuntan publik.
Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengan akuntan
publik pendahulu bila menerima penugasan audit menggantikan akuntan publik
pendahulu atau untuk tahun buku yang sama ditunjuk akuntan publik lain dengan
jenis dan periode serta tujuan yang berlainan.
Akuntan publik pendahulu wajib menanggapi secara
tertulis permintaan komunikasi dari akuntan pengganti secara memadai.
Akuntan publik tidak diperkenankan menerima penugasan
atestasi yang jenis atestasi dan periodenya sama dengan penugasan akuntan yang
lebih dahulu ditunjuk klien, kecuali apabila penugasan tersebut dilaksanakan
untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan atau peraturan yang dibuat oleh
badan yang berwenang.
TANGGUNG JAWAB DAN PRAKTIK LAIN
Perbuatan dan
perkataan yang mendiskreditkan.
Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan dan/atau
mengucapkan perkataan yang mencemarkan profesi.
Iklan, promosi
dan kegiatan pemasaran lainnya.
Anggota dalam menjalankan praktik akuntan publik
diperkenankan mencari klien melalui pemasangan iklan, melakukan promosi
pemasaran dan kegiatan pemasaran lainnya sepanjang tidak merendahkan citra
profesi.
Komisi dan Fee
Referal.
A. Komisi
Komisi adalah imbalan dalam bentuk uang atau barang
atau bentuk lainnya yang diberikan atau diterima kepada/dari klien/pihak lain
untuk memperolah penugasan dari klien/pihak lain. Anggota KAP tidak
diperkenankan untuk memberikan/menerima komisi apabila pemberian/penerimaan
komisi tersebut dapat mengurangi independensi.
B. Fee Referal
(Rujukan).
Fee referal (rujukan) adalah imbalan yang
dibayarkan/diterima kepada/dari sesama penyedia jasa profesional akuntan
publik.
Fee referal (rujukan) hanya diperkenankan bagi sesama
profesi.
Bentuk Organisasi dan Nama KAP.
Anggota hanya dapat berpraktik akuntan publik dalam
bentuk organisasi yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan atau yang tidak menyesatkan dan merendahkan citra profesi.
Sumber: http://www.akuntan.org
Creative Accounting
Organisasi bisnis merupakan sebuah pertemuan dari
berbagai macam kontrak kepentingan (nexus of contract), sehingga di dalam
proses akuntansi, ada dimensi politis yang terlibat didalamnya. Dimensi politis
tersebut adalah sebuah kenyataan bahwa ada pihak-pihak yang berkepentingan dan
cukup mempunyai kekuatan untuk menggunakan pengaruhnya ke dalam organisasi
tersebut. Sehingga dalam pemahaman mengenai ‘creative accounting’ ini bukan
berarti akuntan ‘an sich’ yang memanfaatkan pemahaman akuntansi tersebut,
tetapi pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dan kekuatan untuk menggunakan
‘creative accounting’ tersebut, seperti manajer, akuntan, pemerintah, asosiasi
industri dan sebagainya.
Teori Akuntansi Positif berkembang seiring kebutuhan
untuk menjelaskan dan memprediksi realitas praktek-praktek akuntansi yang ada di
dalam masyarakat seperti yang dikatakan oleh Watts dan Zimmerman [1986]
dibandingkan dengan akuntansi normatif yang lebih menjelaskan praktek-praktek
akuntansi yang seharusnya (should be) berlaku. Dalam pemilihan kebijakan
akuntansi misalnya akan membawa dampak ekonomi terhadap pemilihan kebijakan
akuntansi tersebut kepada penggunanya yang sering disebut oleh Zeff [1978]
sebagai economic consequences. Dalam mengisi ruang teori akuntansi positif maka
‘creative accounting’ sebagai salah satu tema menarik yang juga perlu
diperhatikan oleh akuntan (dan juga penyusun standar akuntansi).
‘Creative accounting’ menurut Amat, Blake dan Dowd [1999] adalah sebuah
proses dimana beberapa pihak menggunakan kemampuan pemahaman pengetahuan
akuntansi (termasuk didalamnya standar, teknik dsb.) dan menggunakannya
untuk memanipulasi pelaporan keuangan.
Naser [1993] dalam Amat et.al. [1999] medefinisikan
‘creative accounting’ sebagai berikut: The process of manipulating accounting
figures by taking advantage of loopholes in accounting rules and the choice of
measurement and disclosure practices in them to transform financial statements
from what they should be, to what prepares would prefer to see reported, …..and
The process by which transactions are structured so as to produce the required
accounting results rather than reporing transaction in neutral and consistent
way.
Stolowy dan Breton [2000] menyebut ‘creative
accounting’ merupakan bagian dari ‘accounting manipulation’ yang terdiri dari
‘earning management’ , ‘income smoothing’ dan ‘creative accounting’ itu
sendiri. Dalam pemahaman mengenai ‘creative accounting’ ini bukan berarti
akuntan ‘an sich’ yang memanfaatkan pemahaman akuntansi tersebut, tetapi
pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dan kekuatan untuk menggunakan ‘creative
accounting’ tersebut, seperti manajer, akuntan, pemerintah, asosiasi industri
dan sebagainya. Manajer dalam bereaksi terhadap pelaporan keuangan
menurut Watt dan Zimmerman [1986] digolongkan menjadi tiga buah hipotesis,
yaitu bonus-plan hyphotesis, debt-covenant hyphotesis dan political cost
hyphotesis.
Bonus plan hyphotesis Healy [1985] dalam Scott [1997] menyatakan bahwa manajer seringkali berperilaku seiring dengan bonus yang akan diberikan. Jika bonus yang diberikan tergantung pada laba yang akan dihasilkan, maka manajer akan melakukan ‘creative accounting’ dengan menaikkan laba atau mengurangi laba yang akan dilaporkan. Pemilik biasanya menetapkan batas bawah laba yang paling minim agar mendapatkan bonus. Dari pola bonus ini manajer akan menaikkan labanya hingga ke atas batas minimal tadi. Tetapi jika pemilik perusahaan membuat batas atas untuk mendapatkan bonus, maka manajer akan berusaha mengurangkan laba sampai batas atas tadi dan mentransfer laba saat ini ke periode yang akan datang. Hal ini dia lakukan karena jika laba melewati batas atas tersebut manajer sudah tidak mendapatkan insentif tambahan atas upayanya memperoleh laba di atas batas yang ditetapkan oleh pemilik perusahaan. Formula bonus yang digunakan Healy didasarkan pada asumsi bahwa perusahaan terdiri atas manajer yang menghindari resiko (risk averse) sehingga manajer akan memilih discretionary accrual untuk (1) menurunkan earning ketika earning sebelum keputusan accrual lebih kecil dari bogey (batas bawah) atau melebihi cap (batas atas) (2) menaikkan earning ketika earning sebelum keputusan accrual melebihi bogey tetapi tidak melebihi cap. Implikasi yang dikemukakan oleh Healy adalah bahwa manajer akan berperilaku oportunistik menghadapi intertemporal choice.
Debt-covenant
hyphotesis
Penelitian dalam bidang teori akuntansi positif juga
menjelaskan praktek akuntansi mengenai bagaimana manajer menyikapi perjanjian
hutang. Manajer dalam menyikapi adanya pelanggaran atas perjanjian hutang yang
telah jatuh tempo, akan berupaya menghindarinya dengan memilih
kebijakan-kebijakan akuntansi yang menguntungkan dirinya. Fields, Lys dan
Vincent [2001] mengemukakan ada dua kejadian dalam pemilihan kebijakan
akuntansi, yaitu pada saat diadakannya perjanjian hutang dan pada saat jatuh
temponya hutang. Kontrak hutang jangka panjang (debt covenant) merupakan
perjanjian untuk melindungi pemberi pinjaman dari tindakan-tindakan manajer
terhadap kepentingan kreditur, seperti pembagian deviden yang berlebihan, atau
membiarkan ekuitas berada di bawah tingkat yang telah ditentukan. Semakin
cenderung suatu perusahaan untuk melanggar perjanjian hutang maka manajer akan
cenderung memilih prosedur akuntansi yang dapat mentransfer laba periode
mendatang ke periode berjalan karena hal tersebut dapat mengurangi resiko
‘default’. Sweeney [1994] dalam Scott [1997] menyatakan perilaku ‘memindahkan’
laba tersebut dilakukan oleh perusahaan bermasalah yang terancam kebangkrutan
dan ini merupakan strategi untuk bertahan hidup.
Political-cost hyphotesis
Dalam pandangan teori agensi (agency theory),
perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan
kecil. Perusahaan besar melakukannya sebagai upaya untuk mengurangi biaya
keagenan tersebut. Perusahaan besar menghadapi biaya politis yang lebih besar
karena merupakan entitas yang banyak disorot oleh publik secara umum. Para
karyawan berkepentingan melihat kenaikan laba sebagai acuan untuk meningkatkan
kesejahteraannya melalui kenaikan gaji. Pemerintah melihat kenaikan laba
perusahaan sebagai obyek pajak yang akan ditagihkan. Sehingga pilihan yang
dihadapi oleh organisasi adalah dengan cara bagaimana lewat proses
akuntansi agar laba dapat ditampilkan lebih rendah. Hal ini yang
seringkali disebut dengan political cost hyphoyesis [Watts dan Zimmerman:
1986].
Berbagai macam pola yang dilakukan dalam rangka
‘creative accounting’ menurut Scott [1997] sebagai berikut:
- Taking Bath, atau disebut juga ‘big bath’. Pola ini dapat terjadi selama ada tekanan organisasional pada saat pergantian manajemen baru yaitu dengan mengakui adanya kegagalan atau defisit dikarenakan manajemen lama dan manajemen baru ingin menghindari kegagalan tersebut. Teknik ini juga dapat mengakui adanya biaya-biaya pada periode mendatang dan kerugian periode berjalan ketika keadaan buruk yang tidak menguntungkan yang tidak bisa dihindari pada periode berjalan. Konsekuensinya, manajemen melakukan ‘pembersihan diri’ dengan membebankan perkiraan-perkiraan biaya mendatang dan melakukan ‘clear the decks’. Akibatnya laba periode berikutnya akan lebih tinggi dari seharusnya.
- Income minimization. Cara ini mirip dengan ‘taking bath’ tetapi kurang ekstrem. Pola ini dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud agar tidak mendapatkan perhatian oleh pihak-pihak yang berkepentingan (aspek political-cost). Kebijakan yang diambil dapat berupa write-off atas barang modal dan aktiva tak berwujud, pembebanan biaya iklan, biaya riset dan pengembangan, atas barang modal dan aktiva tak berwujud, pembebanan biaya iklan, biaya riset dan pengembangan, metode successfull-efforts untuk perusahaan minyak bumi dan sebagainya. Penghapusan tersebut dilakukan bila dengan teknik yang lain masih menunjukkan hasil operasi yang kelihatan masih menarik minat pihak-pihak yang berkepentingan. Tujuan dari penghapusan ini adalah untuk mencapai suatu tingkat return on assets yang dikehendaki.
- Income maximization. Maksimalisasi laba dimaksudkan untuk memperoleh bonus yang lebih besar, dimana laba yang dilaporkan tetap dibawah batas atas yang ditetapkan.
- Income smoothing. Perataan laba merupakan cara yang paling populer dan sering dilakukan. Perusahaan-perusahaan melakukannya untuk mengurangi volatilitas laba bersih. Perusahaan mungkin juga meratakan laba bersihnya untuk pelaporan eksternal dengan maksud sebagai penyampaian informasi internal perusahaan kepada pasar dalam meramalkan pertumbuhan laba jangka panjang perusahaan.
- Timing revenue and expense recognition. Teknik ini dapat dilakukan dengan membuat kebijakan tertentu berkenaan dengan saat atau timing suatu transaksi seperti adanya pengakuan yang prematus atas penjualan.
‘Creative accounting’ dapat dikatakan sebagai sebuah
praktek akuntansi yang buruk, karena cenderung mereduksi reliabilitas informasi
keuangan. Karena manajer memiliki asimetri informasi, yang bagi pihak di luar
perusahaan sangat sulit diketahui, maka memaksimalkan keuntungan dengan
‘creative accounting’ akan selalu ada. Masalah sebenarnya adalah tidak
diberikannya pengungkapan yang transparan secara menyeluruh tentang proses pertimbangan-pertimbangan
dalam penentuan kebijakan akuntansi (accounting policy). Akibatnya, laporan
keuangan dianggap masih memiliki keterbatasan mendasar sehingga belum memadai
untuk digunbakan dalam proses pengambilan keputusan.
Merujuk agency theory, laporan keuangan dipersiapkan oleh manajemen sebagai pertanggungjawaban mereka kepada principal. Karena manajemen terlibat secara langsung dalam kegiatan usaha perusahaan maka manajemen memilikiasimetri informasi dengan melaporkan segala sesuatu yang memaksimumkan utilitasnya. ‘Creative accounting’ sangat mungkin dilakukan oleh manajemen, karena manajemen dengan asimetri informasi yang dimilikinya akan leluasa untuk memilih alternatif metode akuntansi. Manajemen akan memilih metode akuntansi tertentu jika terdapat insentif dan motivasi untuk melakukannya. Cara yang paling sering digunakan adalah dengan merekayasa laba (earning management), karena laba seringkali menjadi fokus perhatian para pihak eksternal yang berkepentingan.
‘Creative accounting’ dan etika ‘Creative accounting’
mempunyai banyak konsekuensi. Dalam perspektif ekonomi, ‘creative accounting’
dipengaruhi oleh kerangka ekonomi yang bertujuan untuk self-interset. Hal ini
mungkin sah-sah saja dilakukan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
akuntansi berterima umum. Namun pertanyaan yang harus dijawab adalah apakah
‘creative accounting’ memang sesuatu yang benar untuk dilakukan? Apakah maksud
dan tujuan ‘creative accounting’ sehingga moral judgment-nya tergantung kepada
tujuan ‘creative accounting’ itu sendiri. Persepsi ini harus diluruskan agar
tidak menjadikan bahwa ‘creative accounting’ menjadi hal yang pro dan kontra.
Dalam pandangan orang awam ‘creative accounting’
dianggap tidak etis, bahkan merupakan bentuk dari manipulasi informasi sehingga
menyesatkan perhatiannya. Tetapi dalam pandangan teori akuntansi positif,
sepanjang ‘creative accounting’ tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
akuntansi yang berterima umum, tidak ada masalah yang harus dipersoalkan.
Asalkan tidak ada asimetri informasi antara pelaku ‘creative accounting’ dan
pengguna informasi keuangan.
Perilaku yang tidak semestinya (disfunctional
behaviour) para manajer terjadi akibat adanya asimetri informasi dalam
penyajian laporan keuangan tidak terlepas dari pertimbangan konsekuensi
ekonomi. Perhatian kita mungkin diarahkan bagaimana mendorong keterbukaan
informasi secara lebih luas
sehingga inside information bukanlah sesuatu yang
‘tabu’ untuk diumumkan kepada khalayak. Karena dalam kerangka keterbukaan yang
menyeluruh sebenarnya ‘creative accounting’ atau apapun namanya, tidak akan
berpengaruh kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap organisasi. Karena
semua pihak akan mempunyai informasi yang sama dan tidak ada asimetri informasi
lagi. Sekali lagi, pentingnya mendorong keterbukaan dalam rangka good
governance akan membawa dampak kepada ketersediaannya informasi sehingga akan
mengeliminasi dan mengurangi dampak ‘creative accounting’
Sumber : Fraudulent Financial Reporting
oleh Muh. Arief Efendi, SE, MSI, AK, QIA
Fraud Accounting
A. Pendahuluan
Akhir-akhir ini manajemen perusahaan (terutama
perbankan) banyak yang mengkhawatirkan timbulnya kecurangan (fraud)
dilingkungan perusahaannya. Hal ini dimungkinkan karena banyak terjadi fraud
dilingkungan perbankan Indonesia. Beberapa waktu yang lalu, salah satu Kantor
cabang Bank BNI di Jakarta, terjadi kasus fraud yang merugikan milyaran
rupiah. Perbankan memang sangat rentan terhadap fraud, karena meskipun
telah menggunakan teknologi tinggi (computerized) namun sulit terdeteksi
jika terjadi kolusi antara oknum karyawan Bank dengan pihak lain. Fraud
dapat dilakukan oleh seseorang dari dalam maupun dari luar perusahaan. Fraud
umumnya dilakukan oleh orang dalam perusahaan (internal fraud) yang
mengetahui kebijakan dan prosedur perusahaan. Mengingat adanya
pengendalian (control) yang diterapkan secara ketat oleh hampir semua
perusahaan untuk menjaga asetnya, membuat pihak luar sukar untuk melakukan
pencurian. Internal fraud terdiri dari 2 (dua) kategori yaitu Employee
fraud yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang untuk
memperoleh keuntungan finansial pribadi maupun kelompok dan Fraudulent
financial reporting.
B. Proses, unsur dan faktor pemicu fraud
Proses fraud biasanya terdiri dari 3 macam, yaitu
pencurian (theft) dari sesuatu yang berharga (cash, inventory, tools,
supplies, equipment atau data), konversi (conversion) asset yang
dicuri kedalam cash dan pengelabuhan / penutupan (concealment)
tindakan kriminal agar tidak dapat terdeteksi.
Unsur-unsur fraud antara lain sekurang-kurangnya
melibatkan dua pihak (collussion), tindakan penggelapan/penghilangan
atau false representation dilakukan dengan sengaja, menimbulkan kerugian
nyata atau potensial atas tindakan pelaku fraud. Meskipun perusahaan secara
hukum dapat menuntut pelaku fraud, ternyata tidak mudah usaha untuk menangkap
para pelaku fraud, mengingat pembuktiannya relatif sulit.
Penyebab / faktor pemicu fraud dibedakan atas 3 (tiga)
hal yaitu :
- Tekanan (Unshareable pressure/ incentive) yang merupakan motivasi seseorang untuk melakukan fraud. Motivasi melakukan fraud, antara lain motivasi ekonomi, alasan emosional (iri/cemburu, balas dendam, kekuasaan, gengsi) dan nilai (values).
- Adanya kesempatan / peluang (Perceived Opportunity) yaitu kondisi atau situasi yang memungkinkan seseorang melakukan atau menutupi tindakan tidak jujur.
- Rasionalisasi (Rationalization) atau sikap (Attitude), yang paling banyak digunakan adalah hanya meminjam (borrowing) asset yang dicuri.
Ramos (2003), menggambarkan penyebab fraud dalam
bentuk segitiga fraud (the fraud triangle), sebagai berikut :
- Penyalahgunaan wewenang/jabatan (Occupational Frauds); kecurangan yang dilakukan oleh individu- individu yang bekerja dalam suatu organisasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
- Kecurangan Organisatoris (Organisational Frauds); kecurangan yang dilakukan oleh organisasi itu sendiri demi kepentingan/keuntungan organisasi itu.
- Skema Kepercayaan (Confidence Schemes). Dalam kategori ini, pelaku membuat suatu skema kecurangan dengan menyalahgunakan kepercayaan korban.
C. Jenis-jenis fraud
Jenis-jenis fraud yang sering terjadi di berbagai
perusahaan pada umumnya dapat dibedakan atas 3 (tiga) macam :
- Pemalsuan (Falsification) data dan tuntutan palsu (illegal act). Hal ini terjadi manakala seseorang secara sadar dan sengaja memalsukan suatu fakta, laporan, penyajian atau klaim yang mengakibatkan kerugian keuangan atau ekonomi dari para pihak yang menerima laporan atau data palsu tersebut.
- Penggelapan kas (embezzlement cash), pencurian persediaan/aset (Theft of inventory / asset) dan kesalahan (false) atau misleading catatan dan dokumen. Penggelapan kas adalah kecurangan dalam pengalihan hak milik perorangan yang dilakukan oleh seseorang yang mempunyai hak milik itu di mana pemilikan diperoleh dari suatu hubungan kepercayaan. Contoh khas adalah kitting atau lapping dalam skema pencurian uang. Lapping adalah seseorang mencuri uang kas yang digunakan oleh Customer A untuk membayar piutangnya (Account Receivable), dana yang diterima dari Customer B digunakan untuk membayar saldo A/R milik Customer A, dst (gali lubang tutup lobang). Sedangkan Kitting adalah seseorang menutupi pencuriannya dengan menciptakan kas melalui transfer uang antar bank (interbank transfer). Seseorang menciptakan kas dengan mendepositokan check dari bank A ke Bank B dan menarik uangnya. Karena di Bank A, dananya tidak cukup, maka ybs mendepositokan check dari Bank C ke Bank A sebelum check ke Bank B dikliringkan. Demikian polanya berjalan terus dengan check dan deposit sebanyak diperlukan untuk menjaga agar check-nya tidak sampai ditolak.
- Kecurangan Komputer (Computer fraud) meliputi tindakan ilegal yang mana pengetahuan tentang teknologi komputer adalah esensial untuk perpetration, investigation atau prosecution. Dengan menggunakan sebuah komputer seorang fraud perpetrator dapat mencuri lebih banyak dalam waktu lebih singkat dengan usaha yang lebih kecil. Pelaku fraud telah menggunakan berbagai metode untuk melakukan Computer fraud .
Pengkategorian Computer fraud melalui
penggunaan data processing model, dapat dirinci sbb :
1. Cara yang paling sederhana dan umum untuk melaksanakan
fraud adalah mengubah computer input.
2. Computer fraud dapat dilakukan melalui penggunaan sistem (dalam hal ini Processor)
oleh yang tidak berhak, termasuk pencurian waktu dan jasa komputer serta
penggunaan komputer untuk keperluan diluar job deskripsi pegawai.
3. Computer fraud dapat dicapai dengan mengganggu software yang mengolah data
perusahaan atau Computer istruction . Cara ini meliputi mengubah software,
membuat copy ilegal atau menggunakannya tanpa otorisasi.
4. Computer fraud dapat dilakukan dengan mengubah atau merusak data files perusahaan
atau membuat copy, menggunakan atau melakukan pencarian terhadap data
tanpa otorisasi.
5. Computer fraud dapat dilaksanakan dengan mencuri atau menggunakan
secara tidak benar system output.
D. Fraudulent Financial Reporting
Fraudulent financial reporting adalah perilaku yang disengaja atau
ceroboh,baik dengan tindakan atau penghapusan,yang menghasilkan laporan
keuangan yang menyesatkan (bias). Fraudulent financial reporting yang
terjadi disuatu perusahaan memerlukan perhatian khusus dari auditor independen.
Arens (2005 : 310) dalam bukunya yang berjudul “Auditing
& Assurance Services : An Integrated Approach” edisi ke-10 pada bab 11
tentang fraud auditing, antara lain menyebutkan :
Fraudulent financial reporting is an intentional
misstatement or omission of amounts or disclosure with the intent to deceive
users. Most cases of fraudulent financial reporting involve the
intentional misstatement of amounts not disclosures. For example,
worldcom is reported to have capitalized as fixed asset, billions dollars that
should have been expensed. Omission of amounts are less common, but a company
can overstate income by omittingaccount payable and other liabilities.
Although less frequent, several notable cases of
fraudulent financial reporting involved adequate disclosure. For example, a
central issue in the enron case was whether the company had adequately
disclosed obligations to affiliates known as specialm purpose entities.
Penyebab fraudulent financial reporting
umumnya 3 (tiga) hal sbb :
- Manipulasi, falsifikasi, alterasi atas catatan akuntansi dan dokumen pendukung atas laporan keuangan yang disajikan.
- Salah penyajian (misrepresentation) atau kesalahan informasi yang signifikan dalam laporan keuangan.
- Salah penerapan (misapplication) dari prinsip akuntansi yang berhubungan dengan jumlah, klasifikasi, penyajian (presentation) dan pengungkapan (disclosure).
Fraudulent financial reporting juga dapat disebabkan adanya kolusi antara manajemen
dengan auditor independen. Salah satu upaya untuk mencegah adanya kolusi
tersbut, maka perlu dilakukan rotasi auditor independen dalam melakukan audit
suatu perusahaan. Berkaitan dengan hal ini Carcello (2004) dalam artikelnya
yang berjudul ” Audit firm tenure and fraudulent financial reporting ”, menyatakan
:
The Sarbanes-Oxley Act (U.S. House of Representatives
2002) required the U.S. Comptroller General to study the potential effects of
requiring mandatory audit firm rotation. The U.S. General Accounting Office
(GAO) concludes in its recently released study of mandatory audit firm rotation
that “mandatory audit firm rotation may not be the most efficient way to
strengthen auditor independence” (GAO 2003, Highlights). However, the GAO also
suggests that mandatory audit firm rotation could be necessary if the
Sarbanes-Oxley Act’s requirements do not lead to improved audit quality (GAO
2003, 5).
Berdasarkan penelitian COSO (1999) yang
berjudul “Fraudulent Financial Reporting : 1987 – 1997, An Analysis of U.S.
Public Company”, bahwa dari hasil analisa perusahaan yang listing di
Securities Exchange Commission (SEC) selama periode Januari 1987 s.d. Desember
1997 ( 11 tahun) dapat disimpulkan :
Teridentifikasi sejumlah 300 perusahaan yang terdapat fraudulent
financial reporting yang memiliki karakteristik yaitu memiliki permasalahan
bidang keuangan (experiencing financial distress), lax oversight dan
terdapat fraud dengan jumah uang yang besar (Ongoing, large-dollar frauds).
Contoh kasus Fraudulent Financial Reporting antara lain Enron, Tyco,
Adelphia dan WorldCom.
E. Tanggung Jawab & Fungsi Auditor Independen
Statement Auditing Standards
Auditing Standards Board (ASB) di Amerika Serikat telah
mengeluarkan 10 (sepuluh) standar auditing baru pada bulan April
1988. Beberapa Statements on Auditing Standards (SAS) yang cukup
penting adalah :
- SAS No. 53 tentang “The Auditor’s Responsibility to Detect and Report Errors and Irregularities,” yaitu mengatur tanggung jawab auditor untuk mendeteksi dan melaporkan adanya kesalahan (error) dan ketidak beresan (irregularities).
- SAS No. 55 tentang “Consideration of Internal Control in a Financial Statement Audit,” yang merubah tanggung jawab auditor mengenai internal control. Statement yang baru ini meminta agar auditor untuk merancang pemahaman tentang pengendalian intern yang memadai (internal control sufficient) dalam merencanakan audit. SAS No. 55 kemudian diperbaharui dengan diterbitkan SAS No. 78 pada tahun 1997, dengan mencantumkan definisi ulang pengendalian intern (redefined internal control) dengan memasukkan dua komponen yaitu lingkungan pengendalian (control environment) dan penilaian risiko (risk assessment) yang merupakan usulan dari the Treadway Commission.
- c. SAS No. 61 mengatur tentang komunikasi antara auditor dengan komite audit perusahaan (Communication with Audit Committees). Auditor harus mengkomunikasikan dengan komite audit atas beberapa temuan audit yang penting, misalnya kebijakan akuntansi (accounting policy) perusahaan yang signifikan, judgments, estimasi akuntansi (accounting estimates), dan ketidaksepakatan manajemen dengan auditor.
Selain itu ASB pada Februari 1997 telah
mengeluarkan SAS No. 82 yang berjudul Consideration of Fraud in a Financial
Statement Audit. Auditor harus bertanggung jawab untuk mendeteksi dan
melaporkan adanya kecurangan (fraud) yang terjadi dalam laporan keuangan
yang disusun oleh manajemen. SAS no. 82 menyatakan bahwa setiap melakukan audit
auditor harus menilai risiko (assessment of risk) kemungkinan
terdapat salah saji material (material misstatement) pada laporan
keuangan yang disebabkan oleh fraud. SAS No. 82 akhirnya diperbaharui
melalui SAS No. 99 dengan judul yang sama dan mulai diberlakukan efektif untuk
audit laporan keuangan setelah tanggal 15 Desember 2002, penerapan lebih awal
sangat dianjurkan. Auditor bertanggungjawab untuk merencanakan dan melaksanakan
audit guna mendapatkan keyakinan memadai (reasonable assurance) bahwa
laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh
kekeliruan (error) maupun kecurangan (fraud). Pengaruh SAS No. 99
terhadap tanggung jawab auditor antara lain :
- Tidak ada perubahan atas tanggung jawab auditor untuk mendeteksi fraud atas audit laporan keuangan.
- Tidak ada perubahan atas kewajiban auditor untuk mengkomunikasikan temuan atas fraud.
- Terdapat perubahan penting terhadap prosedur audit serta dokumentasi yang harus dilakukan oleh auditor atas audit laporan keuangan.
Dua tipe salah saji (misstatements) yang
relevan dengan tanggung jawab auditor, yaitu salah saji yang diakibatkan
oleh fraudulent financial reporting dan salah saji yang diakibatkan oleh
penyalahgunaan asset (misappropriation of assets).
SAS No. 99 menegaskan agar auditor independen
memiliki integritas serta menggunakan kemahiran professional (professional
skepticism) melalui penilaian secara kritis (critical assessment)
terhadap bukti audit (audit evidence) yang dikumpulkan.
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
Profesi akuntan publik (auditor independen)
memiliki tangggung jawab yang sangat besar dalam mengemban kepercayaan yang
diberikan kepadanya oleh masyarakat (publik). Tanggung jawab akuntan publik
dalam melaksanakan pekerjaannya secara garis besar dapat dibagi menjadi 3
(tiga), yaitu :
§ Tanggung jawab
moral (moral responsibility).
Akuntan publik harus memiliki tanggung jawab moral
untuk :
1. Memberi informasi secara lengkap dan jujur mengenai
perusahaan yang diaudit kepada pihak yng berwenang atas informasi tersebut,
walaupun tidak ada sanksi terhadap tindakannya.
2. Mengambil keputusan yang bijaksana dan obyektif (objective)
dengan kemahiran profesional (due professional care).2.Tanggung jawab
profesional (professional responsibility).
Akuntan publik harus memiliki tanggung jawab
profesional terhadap asosiasi profesi yang mewadahinya (rule professional
conduct).
§ Tanggung jawab hukum (legal responsibility).
Akuntan publik harus memiliki tanggung jawab diluar
batas standar profesinya yaitu tanggung jawab terkait dengan hukum yang
berlaku.
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang
diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Auditing
Seksi 110, mengatur tentang “Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen”.
Pada paragraf 2, standar tersebut antara lain dinyatakan bahwa auditor
bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh
keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji
material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Oleh karena
sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh
keyakinan memadai, namun bukan mutlak. Bahwa salah saji material terdeteksi.
Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna
memperoleh keyakinan bahwa salah saji terdeteksi, baik yang disebabkan oleh
kekeliruan atau kecurangan, yang tidak material terhadap laporan keuangan.
F. Pencegahan dan pendeteksian fraud
Mengingat fraud merupakan problem yang sangat
serius, maka perusahaan harus mengambil langkah-langkah komprehensif untuk
memproteksi sistem informasinya. Metode yang paling efektif untuk memperoleh security
system yang mencukupi adalah terletak pada integritas (integrity)
karyawan perusahaan. Perusahaan dapat mengambil langkah untuk meningkatkan
integritas karyawan dan mengurangi kemungkinan karyawan melakukan fraud dengan
memperhatikan :
- 1. Hiring & firing practices. Dalam melakukan penerimaan dan pemecatan karyawan harus dilakukan dengan hati-hati dan selektif..
- 2. Managing disgruntled employees. Banyak karyawan yang melakukan fraud adalah dalam rangka mencari pembalasan atau justice terhadap kesalahan-kesalahan yang pernah ditimpakan kepada mereka.
- 3. Employee training. Fraud jauh lebih sedikit akan terjadi dalam lingkungan dimana para karyawan percaya bahwa keamanan (security) merupakan tanggung jawab bersama, baik karyawan maupun manajemen.
Salah satu cara untuk mencegah timbulnya fraud adalah
dengan merancang sebuah sistem yang dilengkapi dengan internal control
yang cukup memadai sehingga fraud sukar dilakukan oleh pihak luar maupun
orang dalam perusahaan.
The National Commission On Fraudulent Financial
Reporting (The Treadway Commission) merekomendasikan 4 (empat) tindakan untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya fraudulent financial reporting, yaitu :
- Membentuk lingkungan organisasi yang memberikan kontribusi terhadap integritas proses pelaporan keuangan(financial reporting).
- Mengidentifikasi dan memahami faktor- faktor yang mengarah ke fraudulent financial reporting.
- Menilai resiko fraudulent financial reporting di dalam perusahaan.
- Mendisain dan mengimplementasikan internal control yang memadai untuk financial reporting.
Mulfrod & Comiskey (2002) menulis buku yang
berjudul “The Financial Numbers Game : Detecting Creative Accounting
Practices”. Buku yang diterbitkan oleh John Wiley &
Sons tersebut lebih difokuskan bagi para investor sebagai pembelajaran untuk
mengetahui secara cepat adanya kecurangan akuntansi (fraudulent accounting).
Beberapa atribut yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya risiko terdapat
fraudulent financial reporting di perusahaan, antara lain terdapat
kelemahan dalam pengendalian intern (internal control), perusahaan tidak
memiliki komite audit dan terdapat hubungan kekeluargaan (family
relationship) antara manajemen (Director) dengan karyawan
perusahaan. Klasifikasi dari Creative Accounting Practices menurut
Mulfrod & Comiskey, terdiri dari :
- Pengakuan pendapatan fiktif (recognizing Premature or Ficticious Revenue).
- Kapitalisasi yang agresif dan Kebijakan amortisasi yang terlalu lebar (Aggressive Capitalization & Extended Amortization Policies).
- Pelaporan keliru atas Aktiva & Utang (Misreported Assets and Liabilities).
- Perekayasaan Laporan Laba Rugi (Creative with the Income Statement).
- Timbul masalah atas pelaporan Arus Kas (Problems with Cash-flow Reporting).
Menurut laporan dari The National Commission on
Fraudulent Financial Reporting, pencegahan dan pendeteksian awal atas fraudulent financial reporting harus
dimulai saat penyiapan laporan keuangan.
Buku (textbook) yang membahas cukup mendalam
tentang teknik untuk mencegah dan mendeteksi adanya fraud dalam laporan
keuangan adalah “Financial Statement Fraud: Prevention and Detection” karangan
Rezaee (2002). Dalam buku tersebut dijelaskan kasus kolapsnya enron di
Amerika Serikat, yang menghebohkan kalangan dunia usaha secara jelas dan
lengkap, termasuk adanya praktek kolusi.
G. Kesimpulan & Saran
Berdasarkan pemaparan atas masalah fraudulent
financial reporting tersebut, dapat disimpulkan sebagai berikut :
- Fraudulent financial reporting dapat terjadi kapan saja dan di perusahaan mana saja. Menurut SAS No. 99 dan SPAP, auditor independen bertanggung jawab untuk mendeteksi adanya kecurangan (fraud) dalam audit atas laporan keuangan perusahaan.
- Fraud merupakan problem yang serius, maka perusahaan harus mengambil langkah-langkah komprehensif untuk mencegah timbulnya fraudulent financial reporting antara lain melalui peningkatan internal control, pembentukan komite audit serta peningkatan integritas moral karyawan dan manajemen perusahaan.
- Fraud juga dapat terjadi adanya kolusi antara auditor independen (Akuntan publik) dengan manajemen suatu perusahaan. Oleh karena itu perlu dilakukan rotasi auditor independen dalam melakukan audit di perusahaan serta pengawasan yang ketat dari pihak yang berwenang.
Referensi
Arens, Alvin
A., Randal J. Elder & Mark S. Beasley.. Auditing & Assurance
Services An Integrated Approach. 10th edition. Prentice
Education International. 2005.
Accounting
Standard Board (ASB). Statement on Auditing Standard (SAS) No. 53. “The
Auditor’s Responsibility to Detect and Report Errors and Irregularities.”
1988.
ASB. SAS No.
55. “Consideration of Internal Control in a Financial Statement Audi.”
1988.
ASB. SAS No.
78. “Consideration of Internal Control in a Financial Statement Audit.”1997.
ASB. SAS No.
82. “Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit”. 1997.
ASB. SAS No.
99. “Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit”. 2002.
Carcello,
Joseph V. ”Audit firm tenure and fraudulent financial reporting .” Auditing
: A Journal of Practice & theory. September 2004.
Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) – Kompartemen Akuntan Publik. Standar Profesional Akuntan
Publik (SPAP) per 1 Januari 2001. Salemba Empat. 2001.
Mancino,
June.”The Auditor and Fraud.” Journal of Accountancy . April 1997.
Mulford,
Charles W. & Comiskey , Eugene E. The Financial Numbers Game : Detecting
Creative Accounting Practices. John Wiley & Sons. January 2002.
Ramos, Michael.
“Auditors’ Responsibility for Fraud Detection.” Adapted from Fraud Detection
in a GAAS Audit—SAS No. 99 Implementation Guide, Journal of Accountancy.
Online Issues, January 2003.
Rezaee,
Zabihollah. Financial Statement Fraud : Prevention and Detection. John
Wiley & Sons. August 2002.
The Committee
of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO). Fraudulent
Financial Reporting : 1987 – 1997, An Analysis of U.S. Public Company.
1999.
http://www.coso.org.
“Report of the National Commission on Fraudulent Financial Reporting.” The
Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission.
http://muhamadramdani17.wordpress.com/2010/11/25/etika-dalam-akuntansi-creative-accounting-fraud-accounting/
0 komentar:
Posting Komentar