1.
Pengertian Materialitas.
Adalah
Besarnya suatu penghilangan atau salah saji informasi akuntansi yang, dipandang
dari keadaan-keadaan yang melingkupinya, memungkinkan pertimbangan yang dilakukan oleh orang
yang mengandalkan pada informasi menjadi berubah atau dipengaruhi oleh
penghilangan atau salah saji tersebut. .
Definisi
mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan:
·
Keadaan-keadaan
yang berhubungan dengan satuan usaha (perusahaan klien).
·
Infromasi
yang diperlukan oleh mereka yang akan mengandalkan pada laporan keuangan yang
telah diaudit
2.
Pertimbangan Awal Materialitas .
Dalam
merencanakan suatu audit, auditor harus mempertimbangkan materialist pada dua
tingkatan yaitu;
·
Tingkat
Laporan Keuangan
karena pendapatan auditor mengenai kewajaran mencakup laporan keuangan sebagai
keseluruhan.
·
Tingkat
saldo rekening
karena auditor melakukan verifikasi ats saldo-saldo rekening untuk dapat
memperoleh kesimpulan menyeluruh mengenai kewajaran laporan keuangan.
3.
Materialitas
Pada Tingkat Laporan Keuangan.
a.
Meliputi
besarnya salah saji minimum dalam suatu laporan keuangan yang cukup penting
sehingga membuat laporan keuangan menjadi tidak disajikan secara wajar sesuai
dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Dalam
membuat pertimbangan awal tentang materialitas, auditor menentukan tingkat materialitas
awal keseluruhan untuk setiap jenis laporan keuangan, sebagai contoh, auditor
menaksir bahwa kekeliruan sebesar Rp.1.000.000 untuk laporan rugi laba dan
Rp.2.000.000 untuk neraca dipandang material. Dalam hal ini tidaklah tepat
apabila auditor menggunakan materialitas neraca dalam perencanaan audit karena
apabila salah saji neraca Rp. 2.000.000 mempengaruhi rugi-laba, maka laporan
rugi-laba akan salah saji material .Untuk tujuan perencanaan, auditor harus
menggunakan perimbangan awal mengenai tingkat materialitas dengan suatu cara
yang diharapkan, dalam keterbatasan yang melekat pada proses audit, dapat
memberikan bukti audit yang cukup untuk mencapai keyakinan yang memadai bahwa
laporan keuangan bebas dari salah saji material. Auditor biasanya menggunakan
salah saji terkecil yang dapat dianggap material untuk salah satu laporan
keuangan .
Aturan
pengambilan keputusan ini dilakukan karena :
(1). Laporan keuangan saling berhubungan.
(2). Sebagaian besar prosedur audit berhubungan dengan
lebih dari satu jenis laporan keuangan.
b.
Pedoman
Kuantitatif yaitu pada saat ini ada standar akuntansi ataupun standar auditing
yang berisi pedoman tentang pengukuran materialitas secara kuantitatif.
Contoh:
berikut ini adalah pedoman yang sering digunakan oleh kantor-kantor akuntan
dala praktik:
·
5%
sampai 10% dari laba bersih (10% untuk laba bersih kecil, dan 5% untuk yang
lebih besar).
·
½%
sampai 1% dari total aktiva.
·
1%
dari modal.
·
½%
sampai 1% dari pendapatan kotor.
·
Persentase
yang berbeda-beda berdasarkan total aktiva atau pendapatan mana yang lebih
besar.
c.
Pertimbangan
Kualitatif yaitu berhubungan dengan penyebab salah saji. Suatu salah saji yang
secara kuantitatif tidak material, bisa menjadi material secara
kualitatif.misalnya: apabila suatu salah saji berhubungan dengan ketidakberesan
atau tindakan melawan hukum oleh klien. Ditemukannya hal demikian dalam audit, akan berakibat auditor
menarik kesimpulan bahwa terdapat risiko signifikan sebagai tambahan atas
risiko untuk salah saji yang sama tetapi tidak berhubungan dengan
ketidakberesan atau tindakan melawan hokum.
4.
Materialitas Pada Tingkat Saldo Rekening.
Materialitas
saldo rekening adalah minimum salah saji yang bisa ada pada suatu saldo
rekening yang dipandang sebagai salah saji material. Salah saji sampai tingkat
tersebut salah saji bisa diterima. Konsep materialitas pada tingkat saldo
rekening hendaknya tidak dicampuradukkan dengan istilah saldo rekening yang
material. Perlu dipahami bahwa saldo rekening yang material menunjukkan
besarnya saldo sebuah rekening yang tercatat dalam pembukuan, sedangkan konsep
materialitas dengan jumlah salah saji yang bisa berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan oleh pemakai laporan keuangan
5.
Pengalokasian Marerialitas Laporan Keuangan Ke
Rekening-rekening.
Apabila
pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keuangan dikuantifikasi
maka taksiran awal materialitas untuk setiap rekening bisa diperoleh dengan
cara mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke masing-masing rekening
rugi-laba juga berpengaruh terhadap neraca, dank arena rekening neraca biasanya
lebih sedikit, maka auditor umumnya melakukan alokasi berdasarkan
rekening-rekening neraca.
Contoh:
Bagaimana auditor melakukan pengalokasian, Aktiva PT.ABC terdiri dari:
REKENING
|
SALDO
|
%
|
|
|
|
Kas …………………………..………
|
500.000
|
5
|
Piutang Dagang
…………………..…
|
1.500.000
|
15
|
Persediaan
…………………………..
|
3.000.000
|
30
|
Aktiva Tetap
………………………..
|
5.000.000
|
50
|
|
|
|
|
10.000.000
|
100
|
Auditor
menduga terdapat sedikit salah saji dalam kas dan aktiva tetap dan sejumlah
salah saji dalam piutang dagang dan persediaan. Berdasarkan pengalaman dimasa
lalu dengan klien, Dengan asumsi bahwa
taksiran awal materialitas laporan keuangan adalah 1 % dari Total aktiva atau
Rp.100.000,-. maka auditor bisa membuat rencana pengalokasikan sebagai berikut:
PENGALOKASIAN
MATERIALITAS
|
||
REKENING
|
RENCANA
|
%
|
|
|
|
Kas
…………………………..………
|
5.000
|
5
|
Piutang Dagang
…………………..…
|
15.000
|
15
|
Persediaan
…………………………..
|
30.000
|
30
|
Aktiva Tetap
………………………..
|
50.000
|
50
|
|
|
|
|
100.000
|
100
|
6.
Hubungan Antara Materialitas dengan Bukti Audit.
Materialitas adalah salah satu
faktor yang berpengaruh terhadap pertimbangan auditor tentang kecukupan (jumlah
yang dibutuhkan) bukti audit.Dalam
melakukan generailitas tentang hubungan ini, perbedaan antara pengertian
materialitas dengan saldo rekening material.
RISIKO AUDIT
1.
Pengertian Risiko Audit.
Adalah
risiko yang terjadi dalam hal auditor tanpa disadari tidak memodifikasikan
pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung
salah saji material.
Semakin
besar keinginan auditor untuk menyatakan pendapat yang benar, semakin rendah
risiko audit yang akan bisa terima. Apabila keyakinan 99% benar yang ia
inginkan, maka hanya 1% risiko audit yang akan ia terima. Demikian pula, jika
95% benar yang ia pandang memuaskan, maka risiko auditnya adalah 5%. (1).
Auditor sebaiknya memilih untuk menetapkan risiko audit pada tingkat yang
rendah.(2). Apabila ia mengaudit perusahaan publik yang banyak pemakai laporan
keuangan dan laporan auditnya, dibandingkan dengan perusahaan privat yang
sedikit pemakai laporannya. Sebaiknya menetapkan risiko audit yang rendah, (3).
Jika ia mengaudit perusahaan yang diperkirakan buruk keadaan keuangannya,
dibandingkn dengan perusahaan yang sehat keuangannya.
2.
Komponen-komponen Risiko Audit.
Risiko audit terdiri dari tiga komponen yaitu;
a.
Risiko
bawaan (inherent risk).
b.
Risiko
Pengendalian (control risk).
c.
Risiko
deteksi (detection risk)
Risiko Bawaan (Inherent Risk).
Risiko
bawaan adalah kerentanan suatu saldo rekening atau golongan transaksi suatu
salah saji yang material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat kebijakan dan
prosedur struktur pengendalian intern terkait
Perhitungan
tentang risiko bawaan membutuhkan pertimbangan tentang berbagai hal yang bisa
berpengaruh terhadap asersi-asersi dari semua atau banyak rekening dan hal-hal
yang berhubungan hanya dengan asersi-asersi untuk rekening tertentu.
a.
Contoh
hal-hal yang bisa berpengaruh pada berbagai rekening adalah:
·
Profitablitas
perusahaan klien dibandingka dengan industri.
·
Sensitif
tidaknya hasil operasi terhadap factor-faktor ekonmi.
·
Masalah-masalah
yang berkaitan dengan kemampuan melanjutkan usaha.
b.
Contoh
hal-hal yang hanya berpengaruh pada rekening tertentu;
·
Tingkat
kesulitan dalam mengaudit rekening atau transaksi.
·
Keterkaitan
dengan persoalan akuntansi yang rumit dan menjadi bahan perdebatan.
·
Kerentanan
terhadap kemungkinan terjadinya kesalahan.
·
Kompleksitas
perhitungan
Risiko Pengendalian.
Risiko
pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi
dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh
struktur pengendalian intern satuan usaha.
Risiko
pengendalian adalah fungsi dari keefektifan kebijakan dan prosedur struktur
pengendalian intern klien. Keefeektifan pengendalian intern atas suatu asersi
akan mengurangi risiko pengendalian, sebaiknya ketidakefektifan pengendalian
intern akan meningkatkan risiko pengendalian.Risiko pengendalian tidak akan
pernah mencapai nol, karena pengendalian intern tidak bisa menjamin sepenuhnya
bahwa semua salah saji material akan dapat dicegah atau dideteksi
Contoh;
pengendalian bisa menjadi tidak efektif pada saat-saat tertentu karena
kesalahan manusia misalnya karena ketidaktelitian atau karena kelelahan.
Risiko Deteksi.
Risiko
deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material
yang terdapat dalam suatu asersi.
Risiko
deteksi adalah suatu fungsi dari keefektifan prosedur auditing dan penerapannya
oleh auditor. Berbeda dengan risiko
bawaan dan risiko pengendalian, tingkat risiko deteksi sesungguhnya bisa diubah
dan risiko pengendalian, tingkat risiko deteksi sesungguhnya bisa diubah oleh
auditor dengan memodifikasi sifat, saat, dan luas pengujian substantif yang
dilakukan untuk setiap asersi. Contoh penggunaan prosedur yang lebih efektif
akan menghasilkan tingkat risiko deteksi yang lebih rendah dibandingkan dengan
pemakaian prosedur yang kurang efektif. Demikian pula, pengujian substantif
yang dilakukan pada tanggal atau mendekati tanggal neraca, akan menghasilkan
risiko dekteksi lebih rendah dibandingkan dengan pengujian substantive yang
dilakukan pada periode interim. Contoh Penggunaan sampel yang lebih besar akan
mengakibatkan risiko deteksi lebih rendah, bandingkan dengan sampel yang lebih
kecil.
3.
Hubungan Antara Komponen-Komponen Risiko.
Untuk suatu tingkat risiko audit
tertentu, terdapat hubungan terbalik antara tingkat risiko bawaan dan risiko
pengendalian yang diperhitungan untuk suatu asersi, dengan tingkat risiko
deteksi yang dapat diterima auditor untuk asersi tersebut. Artinya, semakin
rendah risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diperhitungan, semakin tinggi
tingkat risiko deteksi yang dapat diterima. Risiko bawaan dan risiko
pengendalian berhubungan erat dengan keadaan klien, sedangkan risiko deteksi
dapat dikendalikan (controllable) oleh auditor.
Pemahaman tentang hubungan yang
dinyatakan dalam model risiko audit sangat penting dalam menentukan tingkat
risiko deteksi direncanakan yang dapat diterima.
Model Risko Audit
Model risiko audit menyatakan
hubungan antara komponen-komponen risiko audit sebagai berikut;
RA
= RB x RP X RD
Dalam model di atas simbol-simbol
berarti sebagai berikut;
RA Risiko Audit.
RB
Risiko Bawaan
RP
Risiko Pengendalian
RD
Risiko Deteksi
Untuk menggambarkan penggunakan
model diatas, misalkan auditor telah membuat perhitungan risiko berikut untuk
suatu asersi tertentu, Misalnya Asersi penilaian atau pengalokasian atas
persediaan:
RB = 50%
RP = 50%
Misalkan auditor telah menetapkan
risiko audit (RA) keseluruhan sebesar 5% risiko deteksi dapat ditentukan dengan
menggunakan model untuk RD sebgai berikut:
RD = RA/ (RBX RP).
= 0,05/(0,5X0,5).
= 20%
Matrix Komponen-komponen Risiko
Matrix ini didasarkan pada asumsi
bahwa risiko audit dibatasi pada tingkat rendah. Matrix ini bisa dikembangkan
lebih lanjut untuk menentukan risiko deteksi pada tingkatan risiko audit yang
lain.
Perhitungan Risiko Bawaan
|
Perhitungan Risiko Pengendalian
|
|||
Maksimun
|
Tinggi
|
Moderat
|
Rendah
|
|
Tingakat risiko Deteksi Yang dapat Diterima untuk Mencapai
Risiko Audi Rendat
|
||||
Maksimun
|
Sangat
Rendah
|
Sangat
Rendah
|
Rendah
|
Rendah
|
Tinggi
|
Sangat
Rendah
|
Rendah
|
Rendah
|
Moderat
|
Moderat
|
Rendah
|
Rendah
|
Moderat
|
Tinggi
|
Rendah
|
Rendah
|
Moderat
|
Tinggi
|
*
|
|
|
|
|
|
4.
Risiko Audit Pada Tangkat Lapoaran Keuangan Dana
Saldo Rekening.
Auditor merumuskan tingkat risiko audit keseluruhan
bagi laporan keuangan sebagai keseluruhan.Pada Umumnya, tingkat risiko yang
sama diterapkan pula pada setiap saldo rekening dan semua asersi yang
berkaitan. Apabila auditor akan menggunakan tingkat risiko yang berbeda untuk
rekening yang berbeda dan asersi-asersinya, dewasa ini belum ada cara yang
berlaku umum untuk menggabungkan hasilnya guna menentukan tingkat risiko audit
keseluruhan yg dicapai untuk laporan keuangan sebagai keseluruhan.
Sebaliknya, tingkat risiko bawaan dan risiko
pengendalian yang diperhitungankan, dan tingkat risiko deteksi yang bisa
diterima, dapat ditentukan secara berbeda-beda untuk setiap rekening dan
asersi. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, auditor tidak dapat mengendalikan
tingkat risiko bawaan dan tingkat risiko deteksi, dan dengan sengaja menetapkn
secara berbeda tingkat risiko deteksi yang bisa diterima, berkebalikan dengan
tingkat risiko komponen-komponen lainya, agar risiko auditnya tetap. Jadi
penetapan tingkat risiko bawaan, pengendalian, dan deteksi menyangkut
masing-masing asersi pada tingkat saldo rekening, bukan pada laporan keuangan
sebagai keseluruhan.
5.
Hubungan Antara Risiko Audit Dengan Bukti Audit.
Terdapat hubungan terbalik antara risiko audit
dengan jumlah bukti yang diperlukan untuk mendukung pendapat auditor atas
laporan keuangan. Artinya untuk klien tertentu, semakin rendah tingkat risiko
audit yang ingin dicapai, semakin banyak jumlah bukti yang diperlukan. Hubungan
ini berlaku pula untuk risiko deteksi. Untuk asersi tertentu, semakin rendah
tingkat risiko deteksi yang dapat diterima yang ditetapkan auditor, semakin
banyak bukti yang diperlukann untuk membatasi tingkat risiko dekteksi pada
tingkat tersebut. Sebaliknya risiko bawaan san risiko pengendalian mempunyai hubungan langsung dengan jumlah
bukti yang diperlukan. Bukti yang diperlukan semakin sedikit apabila risikonya
rendah karena dalam situasi demikian risiko deteksinya dapat menjadi tinggi.
6.
Hubungan
Antara Materialitas, Risiko Audit Dan Bukti Audit.
Mempertahankan agar risiko audit tetap, dan apabila
kita menurunkan tingkat mterialitas, maka bukti audit harus ditingkatkan agar
lingkaran tetap bulat. Begitu pula apabila kita menginginkan agar tingkat
materialitas tetap, dan mengurangi bukti audit, maka risiko audit harus
dinaikkan agar lingkaran tetap bulat. Atau apabila kita ingin mengurangi risiko
audit, maka kita bisa melakukan salah satu dari hal-hal berikut: (1). Meningkatkan
tingkat materialitas, sementara bukti audit tetap (2). Menaikan bukti audit,
sementara tingkat materialitas tetap atau (3). Melakukan sedikit kenaikan pada
jumlah bukti audit dan pada tingkat materialitas.